Ijma: Kesepakatan Ulama dalam Menyusun Hukum Islam

Dalam agama Islam, menyusun hukum-hukum yang mengatur tatanan sosial masyarakat adalah suatu kewajiban. Namun, tidak semua masalah memiliki ruang dan ketentuan yang jelas dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah. Untuk mengatasi hal ini, ulama menggunakan metode lain yang dikenal sebagai Ijma. Ijma merupakan kesepakatan ulama dalam menetapkan hukum Islam atas masalah-masalah yang belum terdapat petunjuk daripada Al-Qur'an dan As-Sunnah secara langsung. Dalam artikel ini, kita akan menjelajahi konsep Ijma sebagai salah satu metode penting dalam menyusun hukum Islam.

** Definisi Ijma**

Ijma adalah sebuah istilah dari bahasa Arab yang berarti kesepakatan atau persetujuan. Secara terminologi, Ijma adalah kesepakatan para ulama yang berada dalam periode waktu yang berbeda mengenai suatu masalah hukum. Meskipun tidak sebanding dengan Al-Qur'an dan As-Sunnah dalam hal otoritas, Ijma tetap dihormati sebagai sumber hukum kedua yang harus diperhatikan dalam menyusun hukum Islam.

Asal Usul dan Pembentukan Ijma


Ijma sebagai metode menetapkan hukum Islam memiliki dasar yang kuat dalam ajaran agama dan sejarah Islam. Dalam Al-Qur'an, Allah menyatakan, "Dan barang siapa yang berpecah belah dengan Rasul sesudah datang kepadanya petunjuk yang jelas dan ia mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang yang mu'min, Kami biarkan ia pada kesesatan yang telah dikuasakannya dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam yang seburuk-buruk tempat kembali." (Q.S. An-Nisa: 115). Ayat ini menekankan pentingnya berpegang teguh pada kesepakatan umat Muslim.

Ijma terbentuk melalui berbagai cara. Salah satunya adalah melalui musyawarah dan dialog antara para ulama yang memiliki pengetahuan tinggi dalam ilmu agama. Diskusi intensif mengenai masalah dan perdebatan yang mendalam dilakukan sebelum akhirnya mencapai kesepakatan. Selain itu, Ijma juga dapat dibentuk melalui observasi terhadap praktik-praktik yang dilakukan oleh para sahabat Nabi Muhammad SAW dan generasi setelahnya.

Jenis-jenis Ijma

Dalam tradisi Islam, terdapat dua jenis Ijma yang diakui, yaitu Ijma Al-Mutaqaddimin dan Ijma Al-Mutawassitin. Ijma Al-Mutaqaddimin adalah kesepakatan yang terbentuk oleh generasi ulama awal, yaitu para sahabat Nabi dan generasi tabi'in (murid-murid sahabat). Ijma Al-Mutawassitin, di sisi lain, adalah kesepakatan yang terjadi oleh para ulama dari generasi selanjutnya, yaitu generasi tabi'ut tabi'in dan seterusnya.

Manfaat dan Kewenangan Ijma

Ijma memiliki manfaat yang signifikan dalam menyusun hukum Islam. Pertama, Ijma memberikan kerangka kerja bagi ulama untuk mendiskusikan masalah yang tidak diatur secara eksplisit dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah. Ijma memungkinkan ulama untuk mencapai kesepakatan yang berkualitas dan menjaga kontinuitas keputusan hukum dalam situasi yang berbeda.

Kedua, Ijma memberikan kepastian hukum bagi umat Islam. Dalam sebuah masyarakat, kepastian hukum sangat penting agar semua orang dapat hidup dalam harmoni dan sesuai dengan ajaran agama. Dengan adanya Ijma, umat Islam dapat memahami hukum-hukum yang berlaku dengan lebih jelas dan menghindari keraguan serta kebingungan dalam menjalankan perintah agama.

Terakhir, Ijma memberikan kewenangan kepada para ulama sebagai penjaga agama dalam menyusun hukum. Ulama memiliki keahlian dan pengetahuan mendalam dalam ajaran Islam, sehingga mereka dapat memberikan penafsiran yang benar dan adil terhadap masalah-masalah yang kompleks dan belum diatur oleh Al-Qur'an dan As-Sunnah secara langsung. Ijma memastikan bahwa keputusan hukum yang dihasilkan oleh ulama adalah hasil kerja kolektif dan mewakili suara mayoritas ulama yang kompeten.

Baca Juga : Penerapan Qiyas dalam Menetapkan Hukum Islam

Kritik Terhadap Ijma

Ijma, meskipun diakui sebagai salah satu sumber hukum Islam, juga memiliki kritik terhadapnya. Salah satu kritik yang umum adalah terkait dengan kurangnya transparansi dan partisipasi dalam proses Ijma. Ada kekhawatiran bahwa Ijma dapat menjadi alat bagi kelompok-kelompok tertentu untuk membenarkan dan mempertahankan kepentingan mereka.

Selain itu, beberapa cendekiawan juga mencatat bahwa pemahaman hukum dalam Ijma dipengaruhi oleh konteks sosial dan budaya pada saat itu. Dalam konteks yang berbeda, mungkin terdapat perbedaan dalam applicability dan penafsiran Ijma.

Kesimpulan

Ijma adalah metode penting dalam menyusun hukum Islam yang melibatkan kesepakatan ulama mengenai masalah-masalah hukum yang belum diatur secara eksplisit dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah. Ijma memberikan kerangka kerja untuk diskusi dan dialog antara ulama dalam mencapai keputusan yang adil dan berdasarkan pengetahuan agama yang mendalam. Meskipun memiliki kritiknya, Ijma tetap dianggap sebagai sumber hukum kedua yang penting dalam agama Islam.

Komentar